Parfum telah karib dalam kehidupan kita. Ia menjadi salah satu penunjang kepercayaan diri ketika kita tampil di tengah khalayak. Sebab parfum memancarkan wewangian hingga orang betah berada di dekat kita dibandingkan jika mereka menghirup bau tak sedap dari tubuh kita.
Tapi, tak jarang bagi sebagian kalangan umat Islam, parfum masih menyisakan masalah. Status kehalalannya diliputi tanda tanya karena banyak parfum di pasaran mengandung alkohol. Tak heran jika kemudian banyak produsen atau pedagang yang menawarkan parfum nonalkohol.
Bahan konsumsi Hingga kini masalah parfum beralkohol masih tetap menjadi pembicaraan. Masih ada keraguan apakah memang diperbolehkan menggunakan parfum yang mengandung alkohol atau tidak. Keraguan ini memang memerlukan penjelasan yang tuntas.
Menurut Anton Apriyantono, dosen Teknologi Pangan dan Gizi IPB menyatakan bahwa dalam kaidah fikih pada dasarnya semua makanan dan minuman itu halal. Kecuali yang secara jelas diharamkan berdasarkan Alquran dan hadis yang sahih. Dengan demikian, katanya, apa yang tak diharamkan tentunya hukumnya adalah halal. Dalam kasus khamar yang diharamkan adalah segala sesuatu yang bersifat memabukkan. Ini, dalam konteks bahan-bahan yang dikonsumsi seperti minuman keras.
Sedangkan bahan-bahan lain yang tidak normal dikonsumsi seharusnya tak dikenai hukum. Misalnya bahan-bahan kimia atau solven organik yang terdapat di dalam parfum. "Karena alkohol yang menjadi solven organik dalam parfum tidak dikonsumsi," katanya. Ia menyatakan jika bahan-bahan kimia itu dikonsumsi maka akan menimbulkan kematian. Hal yang sama juga berlaku bagi bahan kimia lain yang digunakan dalam parfum.
Jika bahan-bahan ini dikonsumsi juga akan menyebabkan kematian.
Menurut Anton, masih terdapat kegamangan tentang hukum alkohol yang ada di dalam parfum akibat masyarakat sering menyamakan antara khamar dan alkohol.
Padahal keduanya berbeda. Ia menyatakan bahwa alkohol atau etanol adalah bahan kimia yang tidak dikonsumsi. Sedangkan khamar biasanya dikonsumsi. Ia mengakui alkohol memang ada di dalam minuman keras. Ia adalah salah satu saja bentuk dari khamar. Akan tetapi alkohol tak terdapat di dalam narkoba semacam morfin. Padahal morfin adalah khamar juga.
Tak semata alkohol
Anton yang juga auditor LP POM MUI ini menyatakan, yang menyebabkan suatu minuman keras bersifat memabukkan bukan hanya akibat keberadaan alkohol atau etanol. Namun, semua bahan yang ada di dalam minuman keras tersebut.
Jika alkohol haram lalu mengapa bahan lainnya tak dinyatakan haram? Padahal bahan-bahan kimia lain semacam asetanilda, propanol, butanil, dan metanol yang normal ada di dalam minuman keras bersifat lebih toksik dibandingkan etanol. Meski ia mengakui bahwa kadar alkohol menjadi ukuran apakah suatu minuman termasuk minuman keras atau bukan.
Hal tersebut dilakukan hanya untuk memudahkan dalam penetapan apakah suatu minuman tergolong minuman keras. Namun, tambah Anton, bukan samata-mata keberadaan alkohol yang menyebabkan sesuatu itu diharamkan. Jika demikian maka segala sesuatu yang mengandung alkohol adalah haram. Sebab, buah-buahan, roti, cuka maupun kecap juga mengandung alkohol padahal masyarakat tahu bahwa semua itu hukumnya halal.
"Kita tak bisa mengatakan bahwa alkohol dalam buah-buahan itu halal namun alkohol dalam parfum haram. Padahal zat dan sifatnya sama," tandasnya.
Oleh karenanya, soal keberadaan alkohol di dalam parfum Anton menyarankan untuk mengembalikannya kepada hukum yang berasal dari Alquran dan hadis. Di sisi lain, mestinya masyarakat melihat segalanya secara menyeluruh terutama terkait dengan konteks. Misalnya, mereka harus tahu bahwa konteks khamar adalah sesuatu yang dikonsumsi.
Sumber : Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar