Suhu yang diperlukan untuk melawan keengganan inti atom ber-ubah adalah mendekati 10 juta derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan alkimia hanya mungkin terjadi di bintang. Dalam bintang berukuran sedang seperti Matahari, energi luar biasa banyaknya yang dipancarkan berasal dari hidrogen yang bergabung menjadi helium.
Dengan mengingat ulasan singkat ilmu kimia unsur ini, mari kita kaji kembali efek yang terjadi sesaat setelah Dentuman Besar. Telah disebut-kan bahwa hanya atom hidrogen dan helium yang ada di alam semesta setelah Dentuman Besar.
Para ahli astronomi percaya bahwa bintang seje-nis matahari terbentuk dari nebula (awan kosmis) yang terdiri dari hidro-gen dan helium yang dimampatkan sampai reaksi termonuklir hidrogen-menjadi-helium terjadi. Jadi, sekarang kita memiliki bintang-bintang. Namun alam semesta masih tanpa kehidupan. Untuk kehidupan, unsur yang lebih berat—khususnya, oksigen dan karbon—diperlukan. Diper-lukan proses lain untuk mengubah hidrogen dan helium menjadi unsur lain lagi.
“Pabrik pengolahan” unsur-unsur berat ini ternyata adalah raksasa-raksasa merah jenis bintang yang lima puluh kali lebih besar daripada matahari.
Raksasa merah jauh lebih panas daripada bintang jenis matahari dan sifat ini menjadikan mereka berkemampuan melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan bintang lain: mengubah helium menjadi karbon. Bahkan, ini juga tidak mudah bagi raksasa merah. Seperti diungkapkan oleh ahli astronomi Greenstein: “Bahkan sekarang, setelah jawaban (se-perti untuk pertanyaan bagaimana mereka melakukannya) diketahui, metode yang diperlukan begitu mencengangkan.”
Nomor atom helium adalah 2: yaitu memiliki dua proton dalam inti-nya. Nomor atom karbon adalah 6. Dalam suhu yang begitu tinggi pada raksasa merah, tiga atom helium bergabung menjadi atom karbon. Inilah “alkimia” yang menyediakan unsur lebih berat bagi alam semesta setelah Dentuman Besar.
Namun seperti kami sebutkan, ini tidaklah mudah. Hampir tidak mungkin untuk menggabungkan dua atom helium, dan sangat tidak mungkin menggabungkan tiga atom. Lantas, bagaimana enam proton yang diperlukan karbon dapat bergabung?
Ini adalah proses dua langkah. Pertama, dua atom helium berfusi menjadi unsur antara yang memiliki empat proton dan empat neutron. Selanjutnya, helium ketiga berfusi dengan unsur antara ini untuk mem-bentuk karbon dengan enam proton dan enam neutron.
Unsur antara tersebut adalah berilium. Berilium biasa ditemukan di bumi, namun berilium yang ada di raksasa merah berbeda dalam hal yang sangat penting: terdiri dari empat proton dan empat neutron, sementara berilium di bumi memiliki lima neutron. “Berilium raksasa-merah” merupakan jenis yang berbeda. Inilah yang disebut “isotop” dalam ilmu kimia.
Sekarang muncullah kejutan sesungguhnya. Isotop tersebut rupa-nya sama sekali tidak stabil. Para ilmuwan telah meneliti isotop ini bertahun-tahun dan mendapati bahwa setelah terbentuk, isotop ini akan meluruh dalam waktu 0,000000000000001 (satu per-juta-miliar) detik.
Bagaimana isotop berilium yang begitu tidak stabil, yang terbentuk dan meluruh dalam waktu sangat singkat, mampu bergabung dengan helium menjadi atom karbon? Ini seperti meletakkan batu bata ketiga di atas dua lainnya yang akan berpencar dalam waktu satu per-juta-miliar detik jika mereka sempat saling bertumpuk dalam susunan tertentu.
Bagaimana proses ini berlangsung di raksasa merah? Para ahli fisika telah berusaha memecahkan teka-teki ini selama beberapa dekade tanpa jawab-an. Ahli astrofisika Amerika, Edwin Salpeter, akhirnya menemu-kan petunjuk untuk misteri ini dalam konsep “resonansi atomik”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar